Tasikmalaya, FAKTUAL.CO.ID – Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (KMRT) menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Mereka menilai revisi tersebut berpotensi mengembalikan praktik dwifungsi TNI, yaitu peran ganda militer dalam ranah sipil dan militer, yang dianggap mengancam profesionalisme TNI dan demokrasi di Indonesia.
Dikatakan Presiden KMRT kabupaten Tasikmalaya Ahmad Ripa, Undang Undang TNI ini sebetulnya agak riskan dengan kekhawatiran dari keluarga besar KMRT yakni akan menghasilkan DWI Fungsi ABRI seperti jaman orde baru dulu,ucapnya Sabtu (22/03/2025)
Salah satu poin krusial yang disoroti adalah usulan perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Dalam draf revisi, terdapat penambahan frasa yang memungkinkan prajurit aktif menduduki posisi di kementerian atau lembaga lain sesuai kebijakan Presiden. Koalisi menilai hal ini dapat mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, serta membuka ruang bagi kembalinya militerisme.Ujarnya
Selain itu, KMRT juga menyoroti isu penegakan hukum bagi anggota militer dan penghapusan larangan berbisnis bagi TNI. Mereka khawatir bahwa perubahan ini dapat mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas atau kekebalan hukum bagi anggota TNI.
Koalisi mendesak pemerintah dan DPR untuk menghentikan pembahasan revisi UU TNI yang dianggap tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan justru melegitimasi bangkitnya praktik dwifungsi TNI.
Mereka juga mendorong pemerintah untuk fokus pada agenda reformasi TNI yang tertunda, seperti pembentukan UU Tugas Perbantuan, reformasi sistem peradilan militer, dan restrukturisasi komando teritorial.
Meskipun belum ada laporan spesifik mengenai aksi penolakan di Tasikmalaya, gerakan penolakan terhadap revisi UU TNI ini melibatkan berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah, termasuk mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil, yang menyuarakan kekhawatiran serupa terkait potensi kembalinya dwifungsi TNI dan dampaknya terhadap demokrasi di Indonesia.(NS)