Karimun, FAKTUAL.CO.ID – Kejanggalan kembali terjadi di Pelabuhan Domestik Kabupaten Karimun. Sejumlah penumpang tujuan Selatpanjang mendapati boarding pass—yang seharusnya tercetak resmi melalui mesin—justru diberikan dalam bentuk tulisan tangan oleh petugas pada minggu (31/8/2025).
Padahal, sesuai aturan, setiap penumpang yang naik melalui Pelabuhan Domestik Karimun wajib memiliki boarding pass dengan retribusi Rp10.000 per orang. Boarding pass bukan sekadar tiket masuk, melainkan dokumen resmi yang semestinya menjadi bukti pungutan, dasar perhitungan jumlah penumpang, sekaligus kontrol transparansi setoran ke kas daerah.
Namun, praktik penggunaan boarding pass manual berbentuk coretan tangan justru menimbulkan tanda tanya besar. Sistem semacam ini rawan manipulasi, sulit dilacak, dan hampir mustahil diaudit secara akurat.
“Biasanya dapat boarding pass cetakan dari mesin, hari ini kok tulis tangan. Kalau begini bagaimana pendataannya? Kami jadi ragu, uang masuk ke sistem atau tidak,” ujar salah seorang penumpang yang enggan disebutkan namanya.
Fenomena ini bukan yang pertama kali terjadi. Kondisi serupa sudah beberapa kali ditemukan, sehingga wajar bila publik semakin meragukan transparansi pengelolaan retribusi boarding pass di pelabuhan. Apalagi, setoran boarding pass merupakan salah satu sumber penting Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Karimun.
Ketua DPC Projo Karimun, Wisnu Hidayatullah, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan pelabuhan domestik.
“Retribusi boarding pass ini masuk ke PAD, artinya setiap rupiah harus tercatat jelas dan transparan. Kalau masih ada praktik manual seperti ini, publik wajar bertanya-tanya. Kami mendorong pemerintah kabupaten segera melakukan evaluasi menyeluruh. Jangan sampai ada kebocoran yang merugikan daerah,” tegas Wisnu.
Sejumlah pengamat menilai, penggunaan boarding pass manual bukan sekadar persoalan teknis, melainkan problem serius akuntabilitas. Tanpa bukti cetakan elektronik, jumlah penumpang berpotensi tidak sinkron dengan jumlah setoran retribusi.
“Boarding pass tulis tangan bisa hilang, mudah dihapus, dan tidak menyisakan jejak digital. Itu celah besar yang membuat akuntabilitas sulit dijaga,” ungkap seorang pemerhati transportasi laut di Tanjung Balai Karimun.
Hingga berita ini diturunkan, pihak otoritas pelabuhan domestik Karimun belum memberikan keterangan resmi terkait alasan penggunaan boarding pass manual. Sementara publik menunggu jawaban, pertanyaan soal transparansi dan kredibilitas pengelolaan retribusi di pelabuhan domestik ini semakin menguat.



