Batam, FAKTUAL.CO.ID- Aktivitas reklamasi dan pematangan lahan di Pulau Pial Layang dan Pulau Kapal Besar, Kota Batam, menuai sorotan tajam dari DPD Projo Kepulauan Riau. Sekretaris DPD Projo Kepri, Dado Herdiansyah, mengecam keras proyek tersebut karena dinilai telah merusak ekosistem mangrove yang dilindungi pemerintah pusat. Kerusakan itu bukan hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga telah menghilangkan mata pencaharian nelayan setempat.
Dado menyampaikan bahwa hasil investigasi di lapangan bersama awak media nasional dan lokal menemukan adanya aktivitas reklamasi yang masuk ke dalam kawasan mangrove berdasarkan Peta Mangrove Nasional. Di lokasi, ditemukan alat berat seperti excavator dan dump truck yang beroperasi aktif di pesisir kedua pulau tersebut.
“Ironisnya, tidak ada papan informasi proyek sebagaimana mestinya, padahal kegiatan dilakukan di area vegetasi mangrove yang masih aktif,” ungkap Dado.
Minim Sosialisasi
Warga sekitar, termasuk di Pulau Sekanak Raya, mengaku tidak mengetahui jenis kegiatan ataupun legalitas proyek. “Tidak pernah ada sosialisasi lingkungan,” ujar Zul, salah satu warga sekanak raya.
Di Pulau Pial Layang, tim sempat bertemu langsung dengan Hartono, pemilik PT. Citra Buana Prakarsa, yang datang bersama investor. Ia mengklaim proyek tersebut bertujuan membangun waduk penampung air untuk masyarakat sekitar.
“Kalau musim kemarau air susah, jadi kami siapkan waduk,” kata Hartono.
Namun pernyataan itu mengundang tanda tanya besar: Pulau Pial Layang adalah pulau tanpa penduduk. Lebih mencurigakan lagi, sebagian kawasan hutannya sudah dibuka untuk proyek lanjutan, yang menurut Hartono akan menjadi kawasan hotel dan resort seperti yang ada di Pulau Nirup.
Legalitas Dipertanyakan
Ketika ditanya mengenai perizinan oleh Sekretaris DPD Projo Kepri, Dado Herdiansyah, Hartono mengarahkan untuk bertemu dengan pihak legal, Rio, di Kantor Citra Buana Prakarsa di Harbour Bay. Namun hingga dua kali kunjungan pada 9 dan 14 Juli 2025, Rio tak kunjung dapat ditemui. “Pak Rio lagi di luar, tinggalkan nomor saja,” kata petugas keamanan kantor. Sampai saat ini belum dapat di konfirmasi
Pulau Kapal Besar Lebih Parah, Mangrove Hampir Punah
Investigasi berlanjut ke Pulau Kapal Besar. Dari pantauan lapangan, lebih dari 90 persen tutupan vegetasi hilang. Mangrove dibabat habis. Anehnya, lokasi ini belum banyak disorot publik seperti Pulau Pial Layang.
“Kalau memang proyek ini legal, mengapa dikerjakan diam-diam? Mengapa tidak ada papan proyek?” tegas Dado.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Dinas LHK Kepri, belum di respon, kami mencoba untuk melakukan konfirmasi lagi sampai berita ini naik.
Bahkan kunjungan tim PSDKP dan beberapa instansi ke lokasi belum menghasilkan pernyataan resmi.
“Sikap diam ini sangat mencurigakan. Seharusnya lembaga negara menjadi pelindung lingkungan, bukan malah ikut bungkam,” kata Dado.
Ombudsman: Status APL, Tapi Izin Tetap Harus Jelas
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri, Lagat Siadari, menyatakan bahwa kawasan yang dimaksud memang berstatus APL (Areal Penggunaan Lain) dan bukan kawasan hutan. Namun ia menegaskan bahwa legalitas reklamasi tetap harus melalui prosedur resmi.
“Apakah aktivitas yang dilakukan PT Citra Buana Prakarsa telah memenuhi seluruh syarat perizinan? Ini yang masih belum jelas,” kata Lagat.
Tim KPHL Unit II Batam disebut telah melakukan peninjauan di Pulau Kapal Kecil yang masih dalam satu grup pengelolaan.
Potensi Pelanggaran UU Lingkungan Hidup
Jika benar proyek ini tidak mengantongi dokumen AMDAL atau izin lingkungan, maka berpotensi melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar. Selain itu, kegiatan reklamasi wajib memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) sesuai Permen KP No. 28 Tahun 2021.
Mangrove Hilang, Harapan Musnah
Reklamasi bukan hanya menebang pohon, tapi juga merenggut ruang hidup biota laut, tempat pemijahan ikan, dan perlindungan alami dari abrasi. Bagi nelayan, mangrove adalah napas kehidupan.
Projo kepri Siap Tempuh Jalur Hukum
DPD Projo Kepri memastikan akan melaporkan dugaan pelanggaran ini kepada Direktorat Jenderal Gakkum KLHK, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kami tidak menolak investasi, tapi harus patuh hukum. Ini bukan sekadar proyek, ini menyangkut masa depan lingkungan dan generasi penerus,” tegas Dado.