Bondowoso, FAKTUAL.CO.ID — Peringatan Hari Jadi Kabupaten Bondowoso ke-206 tahun ini tidak sekadar menjadi ajang seremonial, melainkan juga momentum refleksi tentang akar sejarah, identitas, dan arah pembangunan daerah. Pemerintah Kabupaten Bondowoso mengawali rangkaian perayaan dengan menggelar Istigasah dan Tasyakuran di kompleks Makam Raden Bagus Asra (RBA) Ki Ronggo, tokoh yang dikenal sebagai pendiri Bondowoso.( 15 Agustus 2025 )
Acara ini dihadiri oleh Bupati Bondowoso H. Abd. Hamid Wahid, M.Ag., bersama Wakil Bupati As’ad Yahya Syafi’i, S.E., serta jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), pejabat struktural, tokoh agama, hingga keluarga besar Ki Ronggo. Kehadiran rombongan disambut hangat dengan penampilan kesenian khas Bondowoso seperti ronjengan dan hadrah, yang tidak hanya memperindah suasana tetapi juga menjadi pengingat bahwa seni tradisi adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah daerah ini.
Bagi masyarakat Bondowoso, nama Ki Ronggo bukan sekadar legenda. Ia merupakan figur yang meletakkan dasar kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan di wilayah yang kini berkembang menjadi kabupaten dengan lebih dari 700 ribu jiwa penduduk. Nilai kepemimpinan dan perjuangannya diyakini masih relevan di tengah tantangan modernisasi saat ini.
Eko Wahyudi, perwakilan keluarga besar Ki Ronggo, dalam sambutannya menegaskan bahwa keterlibatan pemerintah daerah dalam menjaga tradisi peringatan hari jadi merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah. “Kami berterima kasih karena pemerintah tidak hanya mengingat, tetapi juga menjadikan warisan leluhur sebagai inspirasi pembangunan,” ujarnya.
Bupati Abd. Hamid Wahid dalam sambutannya mengajak masyarakat menjadikan peringatan ini sebagai kesempatan untuk memperkuat ikatan persaudaraan. “Hari jadi bukan hanya soal usia, tetapi juga tentang sejauh mana kita meneladani nilai-nilai luhur para pendiri. Mari kita rawat sejarah dan budaya, serta terus melangkah membangun Bondowoso yang lebih baik,” tegasnya.
Usai sambutan, acara dilanjutkan dengan istigasah dan doa bersama, sebuah ritual yang menandai dimensi spiritual dari peringatan ini. Doa dipanjatkan untuk keselamatan daerah, kelancaran pembangunan, serta kesejahteraan masyarakat Bondowoso. Prosesi kemudian berlanjut dengan nyekar atau tabur bunga di makam Ki Ronggo. Suasana hening terasa ketika bupati, wakil bupati, Forkopimda, dan keluarga besar Ki Ronggo bersama-sama menundukkan kepala, mendoakan arwah sang pendiri.
Peringatan hari jadi ke-206 ini menjadi pengingat bahwa pembangunan Bondowoso tidak bisa dilepaskan dari akar sejarah dan budaya lokal. Tradisi ziarah, doa bersama, dan kesenian daerah bukan sekadar kegiatan ritual, melainkan juga sarana memperkuat jati diri. Dalam konteks ini, pemerintah daerah mencoba menyeimbangkan pembangunan fisik dengan pembangunan nilai, agar masyarakat tidak tercerabut dari akar budayanya.
Sejumlah tokoh masyarakat menilai langkah ini penting, terutama di tengah derasnya arus modernisasi yang berpotensi mengikis tradisi. “Kalau kita hanya bicara soal infrastruktur tanpa mengingat sejarah, maka masyarakat bisa kehilangan arah,” ujar salah seorang tokoh yang hadir dalam acara tersebut.
Kegiatan di kompleks Makam Ki Ronggo ini menjadi pintu pembuka dari serangkaian acara Hari Jadi Bondowoso ke-206. Pemerintah daerah berencana menggelar berbagai kegiatan lain, mulai dari festival budaya, pameran UMKM, hingga kegiatan olahraga dan sosial.
Lebih dari sekadar perayaan, peringatan ini diharapkan dapat memperkuat nilai spiritual, historis, dan sosial sebagai fondasi pembangunan daerah. Dengan demikian, Bondowoso tidak hanya maju dalam aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga tetap kokoh dalam jati diri budaya yang diwariskan para pendahulu.
Hari Jadi Bondowoso ke-206 menjadi cerminan perjalanan panjang sebuah daerah kecil di tapal kuda Jawa Timur yang terus berusaha mencari keseimbangan: antara masa lalu dan masa depan, antara tradisi dan modernitas.(*)