Bondowoso, FAKTUAL.CO.ID — Sebuah peristiwa mengejutkan terjadi di salah satu sekolah menengah pertama negeri di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Seorang siswa berusia 13 tahun diduga menjadi korban penyerangan oleh teman sekolahnya sendiri menggunakan cutter, Kamis (21/8/2025) pagi. Insiden ini sontak menghebohkan warga sekolah dan menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi para orang tua.
Menurut informasi yang dihimpun, peristiwa bermula ketika kedua siswa terlibat cekcok di lingkungan sekolah. Pertengkaran kecil itu diduga berujung pada aksi penyerangan yang melibatkan benda tajam berupa cutter. Akibatnya, korban mengalami luka dan harus mendapatkan penanganan medis. Hingga kini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan untuk memastikan motif sebenarnya dari tindakan tersebut.
Pihak sekolah tempat kejadian berlangsung segera memberikan pertolongan pertama kepada korban sebelum dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Kepala sekolah enggan memberikan keterangan detail kepada awak media dengan alasan masih menunggu hasil penyelidikan aparat penegak hukum. Namun ia menegaskan bahwa keselamatan siswa menjadi prioritas utama.
“Ini peristiwa yang sangat kami sesalkan. Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan pihak kepolisian maupun Dinas Pendidikan dalam menangani kasus ini. Keamanan anak-anak harus benar-benar terjamin di lingkungan sekolah,” ujarnya singkat.
Menanggapi insiden tersebut, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Bondowoso menyatakan akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan di sekolah-sekolah, terutama sekolah negeri yang memiliki jumlah siswa cukup besar. Kepala Dispendik Bondowoso menegaskan bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting untuk memperketat pengawasan agar tidak terulang di masa depan.
“Kami sangat prihatin atas peristiwa ini. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan kondusif bagi anak-anak untuk belajar. Oleh karena itu, kami akan segera melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari aspek pengawasan guru, regulasi penggunaan barang-barang berisiko di lingkungan sekolah, hingga program pembinaan karakter siswa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dispendik juga mengimbau setiap sekolah untuk meningkatkan koordinasi dengan orang tua siswa. Pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak sekolah, tetapi juga keluarga di rumah. Sinergi antara guru, orang tua, dan lingkungan sekitar dianggap penting untuk mencegah munculnya tindakan kekerasan di kalangan pelajar.
Kejadian ini membuat banyak orang tua resah dan khawatir terhadap keselamatan anak-anak mereka saat berada di sekolah. Sejumlah wali murid berharap pihak sekolah maupun pemerintah daerah benar-benar serius dalam menciptakan sistem keamanan yang lebih ketat.
“Anak-anak seharusnya bisa belajar dengan tenang, bukan merasa takut karena ada potensi bahaya dari sesama teman. Kami berharap kejadian ini jadi yang terakhir, jangan sampai ada korban lagi,” kata salah seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Selain itu, para orang tua juga mendorong sekolah untuk lebih aktif memberikan pendidikan karakter, pengendalian emosi, serta nilai-nilai pertemanan dan empati. Dengan begitu, konflik kecil di antara siswa tidak mudah berkembang menjadi tindakan yang membahayakan.
Hingga berita ini ditulis, aparat kepolisian setempat masih mendalami kasus dugaan penusukan tersebut. Beberapa saksi, termasuk teman-teman korban dan pelaku, telah dimintai keterangan. Polisi juga menyita barang bukti berupa cutter yang diduga digunakan dalam aksi tersebut.
“Proses hukum tetap berjalan, tetapi kami juga menekankan pentingnya upaya pembinaan agar masa depan anak-anak tidak hancur akibat satu kesalahan. Semua langkah akan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku,” ujarnya.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa dunia pendidikan bukan hanya soal mengajar mata pelajaran, tetapi juga membentuk karakter dan perilaku siswa. Sekolah, guru, orang tua, dan pemerintah daerah harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem belajar yang aman serta membangun budaya saling menghargai di kalangan pelajar.
Jika langkah-langkah perbaikan benar-benar diterapkan, diharapkan kasus serupa tidak lagi terjadi di Bondowoso maupun daerah lain. Anak-anak berhak mendapatkan pendidikan dalam lingkungan yang bebas dari ancaman kekerasan.(*)