Bondowoso, FAKTUAL.CO.ID – Aroma manipulasi dokumen dan dugaan pemalsuan keterangan menyeruak dari Desa Lumutan, Kecamatan Botolinggo, Kabupaten Bondowoso. Sejumlah aparat desa diduga turut bermain dalam penerbitan duplikat buku nikah tanpa persetujuan suami sah, Anis. Temuan ini muncul setelah Anis tiba-tiba menerima relaas panggilan sidang dari Pengadilan Agama Negara, Bali, Nomor 232/Pdt.G/2025/PA.Ngr untuk persidangan yang dijadwalkan pada Senin, 24 November 2025.
Perkaranya tak masuk akal bagi Anis. Istrinya, Indah, diketahui meninggalkan rumah sejak 2018 tanpa kabar apa pun selama lebih dari tujuh tahun. Tidak ada komunikasi, tidak ada laporan resmi, dan tidak ada proses hukum yang pernah diajukan. Namun tiba-tiba muncul panggilan pengadilan agama dari Bali yang diduga kuat terkait dokumen duplikat buku nikah yang diterbitkan secara tidak sah.
Benang Kusut Berawal dari Surat Kehilangan Kedaluwarsa
Dugaan permainan mencuat dari penggunaan surat kehilangan lama milik Polsek setempat yang statusnya sudah kedaluwarsa. Surat tersebut diduga dijadikan dasar untuk memproses administrasi baru, termasuk upaya penerbitan duplikat buku nikah. Dugaan penyalahgunaan dokumen inilah yang kemudian menyeret nama beberapa aparatur desa.
TF, Kepala Dusun Lumutan, HK selaku Modin Desa, serta YD sebagai Sekretaris Desa Lumutan disebut menjadi bagian dari rangkaian proses yang mengarah pada terbitnya dokumen duplikat tersebut.
TF saat dikonfirmasi tidak membantah pernah mengurus surat kehilangan di Polsek Lumutan. Namun ia menegaskan bahwa surat itu tidak pernah dipergunakan karena sudah tidak berlaku. TF mengklaim sudah menyampaikan hal ini kepada Buriyanto, ayah Anis, dan menyatakan dirinya sudah tidak lagi terlibat dalam proses apa pun terkait dokumen tersebut.
Duplikat Buku Nikah Diproses Diam-diam
Meski demikian, dalam waktu berbeda YD—selaku Sekretaris Desa—diduga memerintahkan HK untuk mengurus penerbitan duplikat buku nikah ke KUA tanpa sepengetahuan Anis maupun keluarganya. Fakta ini semakin janggal mengingat Anis masih hidup dan memegang buku nikah asli.
Tindakan ini dinilai sejumlah pihak sebagai pelanggaran berat, karena penerbitan duplikat buku nikah hanya dapat dilakukan melalui prosedur sah yang mensyaratkan bukti kehilangan valid, permohonan resmi dari pemilik dokumen, dan persetujuan kedua belah pihak.
HK, ketika dimintai keterangan, mengakui dirinya hanya menjalankan perintah YD. Ia mengaku tidak mengetahui dasar dokumen atau izin siapa yang digunakan, dan hanya sekadar mengurus ke KUA sesuai instruksi.
Keluarga Keberatan Keras, Siap Tempuh Jalur Hukum
Anis dan keluarganya menegaskan bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang pernah memberikan persetujuan atas penerbitan duplikat buku nikah tersebut. Mereka merasa dirugikan dan menduga ada motif tertentu di balik upaya penerbitan dokumen tanpa dasar hukum tersebut, apalagi dikaitkan dengan relaas panggilan dari Pengadilan Agama Bali.
“Kami tidak pernah dimintai tanda tangan, tidak pernah dimintai persetujuan, dan buku nikah asli masih saya pegang. Kok bisa ada duplikat? Ini jelas permainan,” tegas keluarga Anis saat dikonfirmasi.19/11.
Mereka menyatakan siap menempuh jalur hukum untuk mengungkap dugaan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan aparat desa.
Menunggu Sikap Resmi Desa dan Aparat Penegak Hukum
Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada klarifikasi resmi dari pihak Desa Lumutan maupun instansi terkait lainnya. Namun dugaan pemalsuan surat, penggunaan dokumen kedaluwarsa, hingga penerbitan duplikat buku nikah tanpa persetujuan pemilik sah membuka indikasi serius adanya pelanggaran administratif dan pidana.







