Apakah PPPK Paruh Waktu Solusi Nyata atau Sekadar Wacana?

Apakah PPPK Paruh Waktu Solusi Nyata atau Sekadar Wacana?
PPPK 2025.Foto:Google

FAKTUAL.CO.ID – Pemerintah Indonesia resmi memperkenalkan skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu pada tahun 2025. Langkah ini tertuang dalam Keputusan MenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2025, yang sekaligus menjadi jawaban atas polemik penghapusan tenaga honorer pada akhir 2025.

Namun, kehadiran kebijakan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah PPPK paruh waktu benar-benar menjadi solusi nyata bagi jutaan tenaga honorer, atau hanya sekadar wacana yang lebih banyak memunculkan perdebatan daripada memberikan kepastian?

Latar Belakang Munculnya Skema PPPK Paruh Waktu

Kehadiran tenaga honorer selama bertahun-tahun di instansi pemerintah tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka mengisi kekosongan di sekolah, rumah sakit, kantor desa, dan berbagai layanan publik lainnya. Sayangnya, status mereka selama ini abu-abu: tidak termasuk ASN, digaji seadanya, dan sering bergantung pada anggaran daerah yang minim.

Sejak diterbitkannya PP No. 49 Tahun 2018, pemerintah menegaskan bahwa status honorer harus dihapus. Batas waktunya jelas: akhir 2025. Artinya, jika tidak ada skema pengganti, jutaan honorer akan kehilangan pekerjaan.

Untuk itulah skema PPPK Paruh Waktu diperkenalkan. Pemerintah berargumen bahwa kebijakan ini akan menyelamatkan tenaga honorer dari pemutusan hubungan kerja massal.

Apa yang Ditawarkan PPPK Paruh Waktu?

Secara garis besar, PPPK paruh waktu menawarkan:

  1. Status ASN yang jelas: Pegawai mendapat Nomor Induk Pegawai (NIP) resmi yang tercatat di BKN.
  2. Kontrak kerja legal: Tidak lagi bergantung pada kebijakan kepala daerah atau kepala sekolah.
  3. Gaji dan tunjangan proporsional: Meski lebih rendah dari PPPK penuh waktu, setidaknya pembayaran dilakukan secara resmi.
  4. Jam kerja lebih fleksibel: Kurang dari 37,5 jam per minggu, disesuaikan kebutuhan instansi.
BACA JUGA :
Perbedaan PPPK Paruh Waktu vs Penuh Waktu: Jam Kerja, Gaji, dan Hak ASN

Bagi sebagian tenaga honorer, terutama yang sudah berusia lanjut atau hanya bekerja paruh waktu sejak awal, skema ini tampak masuk akal.

Argumen yang Mendukung

Beberapa alasan mengapa PPPK paruh waktu dianggap sebagai solusi nyata:

  1. Mengurangi PHK massal
    Dengan adanya jalur paruh waktu, ribuan honorer masih bisa bertahan bekerja meskipun tidak memenuhi syarat penuh waktu.
  2. Memberi kepastian hukum
    Status ASN dengan NIP resmi menghapus stigma “pekerja bayangan” yang selama ini melekat pada honorer.
  3. Fleksibilitas untuk instansi
    Tidak semua instansi membutuhkan pegawai penuh waktu. PPPK paruh waktu bisa menjadi pilihan hemat dan sesuai kebutuhan.
  4. Peluang transisi
    Pegawai paruh waktu tetap bisa berharap untuk beralih ke PPPK penuh waktu di masa depan jika ada formasi tambahan.

Argumen yang Menentang

Meski demikian, tidak sedikit pihak yang menilai kebijakan ini hanyalah wacana sementara. Kritik yang muncul antara lain:

  1. Gaji tidak layak
    Karena dihitung proporsional, gaji PPPK paruh waktu dikhawatirkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
  2. Hak terbatas
    Pegawai paruh waktu tidak mendapat hak ASN penuh, seperti kesempatan karier atau tunjangan keluarga secara maksimal.
  3. Diskriminasi status
    Dikhawatirkan akan muncul kesenjangan antara ASN penuh waktu dan paruh waktu, baik dalam perlakuan maupun penghargaan.
  4. Beban psikologis honorer
    Banyak honorer merasa “dibuang sayang” dengan skema ini—mereka tidak diberhentikan, tetapi juga tidak sepenuhnya diakui setara dengan ASN reguler.
BACA JUGA :
MenPAN-RB No. 16 Tahun 2025: Regulasi PPPK Paruh Waktu Terbaru

Perspektif Tenaga Honorer

Bagi tenaga honorer, PPPK paruh waktu adalah pilihan yang dilematis.

  • Di satu sisi, status ini lebih baik daripada tetap menjadi honorer tanpa kepastian. Ada NIP, ada kontrak, dan ada gaji resmi.
  • Di sisi lain, banyak honorer merasa bahwa skema ini tidak cukup menjamin kesejahteraan mereka. Bahkan, ada yang menilai pemerintah hanya mengganti istilah “honorer” dengan “paruh waktu” tanpa memperbaiki nasib secara signifikan.

Seorang guru honorer di Jawa Tengah, misalnya, menyebut bahwa gaji paruh waktu kemungkinan tidak akan jauh berbeda dengan honor yang sudah mereka terima bertahun-tahun. “Kami ingin kepastian, bukan sekadar status baru,” ujarnya.

Perspektif Instansi Pemerintah

Bagi instansi, PPPK paruh waktu memiliki kelebihan tersendiri:

  • Bisa mengisi posisi yang memang tidak membutuhkan jam kerja penuh.
  • Lebih hemat dari sisi anggaran, terutama untuk pemerintah daerah dengan keterbatasan fiskal.
  • Memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan SDM.

Namun, tantangannya adalah bagaimana menjaga kualitas pelayanan publik. Jika pegawai paruh waktu hanya bekerja separuh dari jam ASN biasa, apakah pelayanan kepada masyarakat tetap bisa optimal?

BACA JUGA :
Cara Daftar PPPK Paruh Waktu 2025: Syarat, Jadwal & Timeline Terbaru

Proyeksi ke Depan

PPPK paruh waktu bisa menjadi solusi jangka pendek, tetapi sulit menjadi jawaban jangka panjang. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah:

  1. Penetapan gaji minimum yang layak: Tanpa standar gaji yang manusiawi, skema ini tidak akan berbeda dengan honorer.
  2. Evaluasi kontrak secara berkala: Agar pegawai paruh waktu yang berprestasi bisa beralih ke penuh waktu.
  3. Perlindungan hak sosial: Seperti jaminan kesehatan, cuti, dan perlindungan kerja, meski jam kerja lebih sedikit.
  4. Transparansi formasi: Agar tidak ada kecurigaan bahwa PPPK paruh waktu hanya dijadikan “jalan pintas” untuk menghindari kewajiban mengangkat PPPK penuh waktu.

Pertanyaan apakah PPPK paruh waktu solusi nyata atau sekadar wacana sebenarnya tergantung pada implementasinya. Jika pemerintah benar-benar memberikan gaji layak, hak yang proporsional, dan peluang transisi, maka kebijakan ini bisa menjadi penyelamat bagi tenaga honorer.

Namun, jika hanya berhenti pada pergantian istilah tanpa memperbaiki kondisi kesejahteraan, maka PPPK paruh waktu tidak lebih dari sekadar wacana politik yang menunda masalah honorer tanpa benar-benar menyelesaikannya.

Ke depan, yang paling ditunggu adalah komitmen nyata pemerintah: apakah PPPK paruh waktu akan berkembang menjadi instrumen kepegawaian yang adil, atau justru menjadi label baru bagi ketidakpastian lama?