Bondowoso, FAKTUAL.CO.ID — Hidup sebagai buruh tani tembakau kerap identik dengan ketidakpastian. Pendapatan yang bergantung pada musim, harga jual yang fluktuatif, serta risiko kesehatan dan keselamatan kerja menjadi keseharian yang harus dihadapi. Namun, tahun ini, secercah harapan datang melalui program strategis yang digagas Pemerintah Kabupaten Bondowoso.
Melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Tenaga Kerja, pemkab mengoptimalkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2025 untuk meningkatkan kualitas hidup para buruh tani. Fokusnya jelas: membekali mereka dengan keterampilan baru dan memberikan perlindungan sosial.
Kabid Tenaga Kerja DPMPTSP, Jamila, menjelaskan bahwa DBHCHT tahun ini diarahkan pada dua program prioritas, yaitu pelatihan berbasis kompetensi dan pemberian Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek). “Kami ingin memperkuat daya saing buruh tani tembakau. Bukan hanya agar mereka bekerja lebih produktif, tetapi juga memiliki perlindungan terhadap risiko kerja,” ungkapnya, Senin (4/8/2025).
Sejak awal tahun, sepuluh paket pelatihan telah digelar. Materinya disesuaikan dengan kebutuhan pasar, mulai dari teknik budidaya tembakau yang lebih efisien, pengolahan pascapanen, hingga keterampilan tambahan yang dapat membuka peluang di luar musim tanam. Pelatihan ini diikuti ratusan buruh tani dari berbagai kecamatan di Bondowoso.
“Tujuannya agar mereka tidak hanya menggantungkan hidup pada panen tembakau. Dengan keterampilan baru, ada kesempatan untuk mengembangkan usaha sampingan atau bahkan berpindah ke sektor lain yang lebih stabil,” tambah Jamila.
Selain pelatihan, sejak April 2025 DPMPTSP telah merealisasikan program BPJS Ketenagakerjaan bagi buruh tani. Perlindungan ini mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, serta manfaat lainnya. Bagi buruh, ini merupakan langkah besar. Selama ini, banyak yang bekerja tanpa perlindungan formal, sehingga jika terjadi kecelakaan atau musibah, beban ekonomi sepenuhnya ditanggung keluarga.
Program ini diharapkan membawa efek domino positif. DPMPTSP percaya bahwa ketika buruh tani memiliki keterampilan dan rasa aman, produktivitas akan meningkat. Dampaknya tidak hanya pada kesejahteraan individu, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi daerah.
“Kami berkomitmen menekan angka pengangguran, khususnya di sektor pertanian tembakau. Dengan skill yang memadai dan perlindungan sosial, para pekerja bisa lebih fokus dan optimal dalam bekerja,” tegas Jamila.
Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada keberlanjutan dan pendampingan. Tantangan di lapangan tidak sedikit: mulai dari adaptasi peserta terhadap keterampilan baru, minat untuk mengikuti pelatihan, hingga ketersediaan lapangan kerja yang sesuai.
Meski demikian, langkah yang diambil Pemkab Bondowoso ini patut dicatat sebagai upaya nyata mengangkat martabat buruh tani. Di tengah tekanan industri tembakau dan perubahan pasar global, membekali tenaga kerja dengan keterampilan dan perlindungan adalah strategi yang tidak hanya menyentuh kebutuhan sekarang, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk masa depan.
Jika program ini terus berjalan konsisten, Bondowoso berpeluang menciptakan model pengelolaan DBHCHT yang tidak hanya berorientasi pada angka, tetapi benar-benar berdampak pada manusia di balik industri tembakau para buruh tani yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah. (**)