Pengantar
Pada tanggal 20 Oktober 2025, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap satu tahun. Dalam momentum tersebut, melalui rapat paripurna atau sidang kabinet yang digelar untuk meninjau capaian setahun pemerintahan, Presiden Prabowo mengarahkan fokus baru terhadap sektor pendidikan, khususnya lewat inisiatif program “Sekolah Rakyat”. Program ini diharapkan menjadi salah satu tonggak perubahan dalam sistem pendidikan nasional — menjangkau anak-anak dari keluarga kurang mampu, memastikan akses dan kualitas pendidikan lebih merata, dan sebagai bagian dari agenda kesejahteraan sosial yang lebih luas.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif: latar belakang kebijakan, arah arahan Presiden Prabowo dalam rapat paripurna, target dan capaian program Sekolah Rakyat, tantangan pelaksanaan, implikasi bagi sistem pendidikan nasional, hingga gambaran ke depan. Dengan demikian, pembaca memperoleh peta lengkap tentang bagaimana visi Presiden diterjemahkan ke dalam kebijakan pendidikan, serta apa makna praktisnya untuk rakyat Indonesia.
Latar Belakang Kebijakan
Konteks Satu Tahun Pemerintahan
Memasuki satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo, pemerintahan menghadapi tuntutan publik yang cukup besar: mempercepat kesejahteraan, meningkatkan kualitas layanan publik, dan mengurangi kesenjangan sosial. Dalam konteks pendidikan, ini berarti tidak sekadar mengandalkan sekolah-yang sudah ada, tetapi membuka akses secara lebih luas bagi kelompok yang selama ini tertinggal.
Mengapa “Sekolah Rakyat”?
Program “Sekolah Rakyat” muncul sebagai jawaban terhadap fakta bahwa banyak anak dari keluarga prasejahtera yang menghadapi hambatan—baik finansial, fasilitas, maupun lingkungan—sehingga akses ke pendidikan bermutu menjadi terbatas. Misalnya, sebuah siaran pers menyebut bahwa pada 299 hari kinerja Presiden Prabowo telah dibangun 100 sekolah rakyat, dan pemerintah menargetkan pembangunan 200 sekolah rakyat tahun berikutnya. Kemudian, data terbaru menyebut bahwa 165 titik Sekolah Rakyat telah berdiri menjelang satu tahun pemerintahan. Program ini tidak hanya soal infrastruktur sekolah, tetapi juga soal pengelolaan, penerimaan siswa, kurikulum, dan dukungan sosial agar anak-anak dari keluarga kurang mampu betul-betul bisa belajar tanpa hambatan.
Sinkronisasi dengan Visi Presiden
Dalam berbagai kesempatan rapat terbatas, Presiden Prabowo meminta kementerian terkait mematangkan persiapan penerapan Sekolah Rakyat guna tahun ajaran 2025–2026. Ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian inti dari strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengurangan kemiskinan.
Arahan Presiden Prabowo dalam Rapat Paripurna
Dalam rapat paripurna yang digelar sebagai bagian dari peringatan satu tahun pemerintahan, Presiden Prabowo menyampaikan arahan-utama terkait program Sekolah Rakyat. Berikut inti-intinya.
Menegaskan Komitmen Pemerataan Pendidikan
Presiden menegaskan bahwa pendidikan berkualitas harus diakses oleh seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Program Sekolah Rakyat harus menjadi jalur khusus yang menjangkau golongan masyarakat paling rentan, yakni desil 1 dan desil 2 (kelompok miskin ekstrem dan kelompok miskin) sebagaimana dilaporkan. Dalam sambutannya, disebut bahwa “setiap anak yang bersekolah di Sekolah Rakyat harus punya kasur, selimut, komputer, dan meja belajar sendiri” agar lingkungan belajar mereka layak.
Arah Program: Tepat Sasaran, Berbasis Data, dan Berkesinambungan
Presiden meminta agar program disusun dengan basis data yang kuat—menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk penentuan sasaran. Selain itu, ia menekankan agar program bukan hanya dibangun fisik saja, tetapi terintegrasi: sarana-pra sarana, kurikulum, pengelolaan, asrama (jika ada), dan dukungan sosial bagi keluarga siswa.
Target dan Kecepatan Pelaksanaan
Presiden menetapkan target ambisius: membangun sejumlah sekolah rakyat dalam tahap awal, kemudian mempercepat pembangunan setiap tahun. Sebagai contoh, dipaparkan bahwa pemerintah menargetkan 500 sekolah rakyat dalam beberapa tahun ke depan. Arahan juga mencakup agar kementerian teknis segera memulai pembangunan gedung permanen untuk sekolah-rintisan di banyak titik.
Sinergi Lintas Kementerian
Arahan penting lainnya adalah supaya program ini dikelola secara lintas kementerian: Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai koordinator utama, bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (atau yang kini relevan) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pembangunan fisik. Contoh: disebut bahwa Kemensos bekerja sama dengan Kemen PUPR untuk pembangunan 108 titik sekolah rintisan.
Evaluasi dan Penguatan Pelaksanaan
Presiden juga meminta agar evaluasi program dilakukan secara berkala—termasuk pemantauan kesiapan asrama, pengelolaan siswa, kondisi psikologis siswa yang masuk program baru, serta dampak sosial-ekonomi terhadap keluarga siswa. Laporan menunjukkan bahwa pemerintah sudah mencatat sejumlah kasus siswa yang mundur atau kabur dari asrama karena belum siap adaptasi. Dengan demikian, arahan juga mencakup pendampingan sosial intensif bagi siswa dan keluarganya.
Capaian Program Sekolah Rakyat dalam Setahun
Pembangunan Fisik
Beberapa data capaian:
- Pada 299 hari kinerja presiden tercatat 100 sekolah rakyat sudah dibangun.
- Menjelang satu tahun, tercatat 165 sekolah rakyat rintisan berdiri di berbagai provinsi dengan lebih dari 15.000 siswa.
- Pembangunan gedung permanen untuk 108 titik sekolah rintisan akan digarap bersama Kemen PUPR.
- Pemerintah menargetkan 500 sekolah rakyat dalam jangka menengah.
Aspek Sosial dan Program Dukungan
- Program tidak hanya pembangunan fisik sekolah, tetapi juga dukungan kepada siswa dan keluarganya: seperti renovasi rumah keluarga siswa, bantuan sosial, hingga fasilitas belajar (kasur, selimut, meja, komputer) agar lingkungan belajar dan tinggal layak.
- Sistem penjangkauan melalui data sosial-ekonomi nasional (DTSEN) agar sasaran tepat.
Dampak dan Persepsi Publik
- Program ini mendapatkan sorotan positif karena menjadi salah satu kebijakan andalan pemerintahan dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan sosial.
- Namun, ada catatan dari pengamat bahwa efek langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan belum sepenuhnya terjadi, dan tantangan implementasi masih banyak.
Tantangan dan Catatan Kritis
Adaptasi Siswa dan Lingkungan
Laporan menyebut bahwa beberapa siswa dari program Sekolah Rakyat mengundurkan diri atau kabur dari asrama karena belum siap secara mental atau sosial. Contoh: di Temanggung, ada 5 siswa yang kabur dari asrama; di Yogyakarta, 29 siswa mengundurkan diri karena lebih memilih sekolah reguler. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek adaptasi sosial-emusional siswa dan keluarga mesti lebih diperhatikan.
Risiko Segregasi dan Kesenjangan Sosial
Beberapa pengamat menyatakan bahwa program yang memisahkan siswa berdasarkan latar belakang ekonomi (“anak dari keluarga kurang mampu masuk Sekolah Rakyat”) bisa justru memperlebar kesenjangan sosial. Menurut Koordinator Nasional JPPI:
“Sekolah Rakyat justru berpotensi membuat pendidikan makin tidak inklusif.”
Argumen mereka: pendidikan idealnya tidak memisahkan anak-anak berdasarkan ekonomi, tapi mengintegrasikannya agar terjadi interaksi sosial yang lebih luas.
Pengelolaan dan Kapasitas Kementerian
Catatan kritis lain: Kementerian Sosial yang menjadi koordinator utama program pendidikan (yang secara tradisional bukan domain utamanya) dinilai memiliki kekurangan pengalaman dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan pengelolaan program, kurikulum, dan kualitas guru.
Kesiapan Infrastruktur dan Sumber Daya
Membangun sekolah secara cepat di 100+ titik memerlukan sumber daya besar: fisik, tenaga pengajar, manajemen sekolah, pembiayaan operasional jangka panjang. Ada risiko bahwa jika fokus terlalu pada angka pembangunan fisik, maka kualitas dan keberlanjutan bisa terabaikan.
Koordinasi Lintas Kementerian dan Wilayah
Karena program melibatkan banyak kementerian dan pemerintah daerah, koordinasi menjadi tantangan. Dalam beberapa survei, pemerintahan Prabowo-Gibran dikritik karena koordinasi antar lembaga yang relatif lemah. Untuk program Sekolah Rakyat, hal ini berarti dari pemetaan lokasi, pembangunan fasilitas, perekrutan siswa, manajemen sekolah, hingga monitoring harus terintegrasi.
Implikasi bagi Sistem Pendidikan Nasional
Akses yang Lebih Luas
Jika dijalankan secara baik, Sekolah Rakyat bisa membantu membuka akses ke pendidikan bermutu bagi kelompok yang sebelumnya tertinggal—anak-anak dari keluarga prasejahtera. Ini selaras dengan konstitusi yang menyebut bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan.
Model Alternatif Sekolah dan Inklusi
Program ini bisa menjadi model alternatif dalam sistem pendidikan nasional, misalnya lewat mekanisme pengelolaan yang berbeda, integrasi antara layanan sosial dan pendidikan, atau pendekatan khusus dalam asrama dan pendampingan siswa. Jika berhasil, model ini bisa digeneralisasi atau disinergikan ke sekolah reguler.
Tekanan ke Arah Peningkatan Kualitas
Pemerintah melalui Presiden Prabowo mengirim sinyal bahwa sekolah bukan hanya tempat hadir, tetapi harus menyediakan fasilitas layak belajar (kasur, meja, komputer), lingkungan mendukung, dan pengelolaan yang efektif. Ini bisa memacu peningkatan kualitas sekolah-di seluruh Indonesia, bukan hanya Sekolah Rakyat.
Potensi Perubahan Sosial-Ekonomi
Dengan memberikan pendidikan yang layak untuk anak dari keluarga miskin, diharapkan tercipta jalur peningkatan mobilitas sosial—keluarga yang tadinya terjebak dalam kemiskinan ekstrem bisa mendapat peluang melalui anak-nya bersekolah di institusi yang mendukung. Presiden menegaskan hal ini sebagai bagian dari visi pembebasan sosial dari kemiskinan.
Tantangan Reformasi Sistemik
Namun implementasi program besar seperti ini dapat memunculkan pertanyaan besar: apakah pengelolaan, kurikulum, guru, dan manajemen sekolah akan selaras dengan standar nasional? Apakah ini akan menjadi program jangka panjang yang berkelanjutan? Apakah akan menciptakan sistem parallel yang menggantikan sekolah reguler, atau justru memperlebar kesenjangan? Ini menjadi tantangan sistemik yang lebih besar daripada sekadar bangunan fisik.
Perspektif Para Pemangku Kepentingan
Pemerintah
Pemerintah mempromosikan program ini sebagai bukti komitmen terhadap pendidikan dan kesejahteraan sosial. Sebagai contoh, siaran pers menyebut bahwa program ini adalah implementasi nyata gagasan Presiden Prabowo untuk menjamin akses pendidikan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah juga memberikan target jelas dan angka pembangunan yang ambisius.
Siswa dan Keluarga
Bagi siswa dan keluarga yang menjadi sasaran, program ini bisa menjadi harapan besar: lingkungan sekolah yang layak, dukungan fasilitas, dan kesempatan yang sebelumnya sulit diperoleh. Namun adaptasi terhadap lingkungan baru (asrama, sekolah terpisah dari komunitas asal) bisa menjadi tantangan. Laporan kasus mundurnya siswa menjadi sinyal bahwa aspek pendampingan dan perhatian sosial-emosional harus diperkuat.
Pengamat Pendidikan
Para pengamat mengapresiasi niat baik program ini, tetapi juga mencatat risiko: pendidikan yang berbeda jalur berdasarkan ekonomi bisa memperlebar disparitas; kapasitas pengelolaan oleh kementerian yang bukan domain utama pendidikan bisa menjadi hambatan; dan perlu pengawasan agar program tidak menjadi ajang pencitraan semata.
Masyarakat dan Publik
Masyarakat luas melihat program ini sebagai salah satu indikator bagaimana pemerintahan satu tahun pertama bekerja terhadap janji-nya. Survei menunjukkan bahwa secara umum, kinerja pemerintahan masih dianggap belum memenuhi ekspektasi: misalnya survei oleh celios menunjukkan skor rendah. Program Sekolah Rakyat menjadi salah satu fokus yang dinanti realisasinya.
Analisis Strategis
Kekuatan
- Fokus spesifik pada kelompok paling rentan memberi sinyal kuat bahwa pemerintahan melihat pendidikan sebagai instrumen perubahan sosial.
- Target dan angka yang jelas meningkatkan akuntabilitas (100 sekolah, 165 sekolah, target 500).
- Integrasi dukungan sosial dan fasilitas lengkap menunjukkan pendekatan lebih holistik dibanding program sekolah biasa.
Kelemahan
- Adaptasi sosial dan manajemen asrama-sekolah baru menjadi tantangan nyata di lapangan.
- Risiko bahwa program ini menciptakan jalur “sekolah khusus” bagi anak miskin sehingga divergensi dengan sekolah reguler.
- Koordinasi antar lembaga besar dan implementasi cepat dapat membahayakan kualitas jika hanya mengejar angka.
Peluang
- Jika berhasil, program ini bisa menjadi model nasional dan mempercepat pencapaian visi Indonesia 2045 melalui peningkatan kualitas SDM.
- Potensi untuk memperkuat sinergi antara pendidikan dan pelayanan sosial bagi keluarga kurang mampu.
- Dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan proses pembangunan sosial-ekonomi.
Ancaman
- Program bisa stagnan atau hilang momentum jika pergantian kepemimpinan atau perubahan politik terjadi.
- Pengelolaan dana dan korupsi menjadi ancaman nyata di sektor pendidikan yang selama ini rawan. Pengamat telah memperingatkan hal ini.
- Jika kualitas tidak dijaga, sekolah ini bisa dianggap “jalur kedua” yang menstigmatisasi siswa dari keluarga miskin.
Gambaran Pelaksanaan di Lapangan
Untuk memberikan gambaran lebih konkret, berikut beberapa poin observasi dari pelaksanaan awal Sekolah Rakyat:
- Beberapa sekolah rintisan telah dibuka di berbagai provinsi, dari Jawa hingga Papua.
- Infrastruktur awal: gedung-baru atau gedung revitalisasi, asrama dan fasilitas belajar-mengajar dilengkapi dengan meja, komputer.
- Mekanisme penerimaan siswa: melalui data sosial-ekonomi (DTSEN) untuk memastikan keberpihakan.
- Pendampingan sosial kepada siswa dan keluarga: sekolah + dukungan rumah tangga agar siswa bisa fokus belajar.
- Tantangan nyata: siswa yang tidak betah tinggal asrama atau jauh dari komunitas asalnya.
Rencana Ke Depan & Outlook
Berdasarkan arahan Presiden dan strategi pemerintah, berikut proyeksi dan rencana ke depan untuk Sekolah Rakyat:
- Peningkatan jumlah sekolah rakyat secara bertahap menuju target 500 sekolah dalam beberapa tahun ke depan.
- Penyelesaian pembangunan gedung permanen di banyak titik (108 titik) dan mulai operasionalisasi tahun ajaran 2026.
- Penguatan manajemen sekolah: kurikulum yang sesuai, kompetensi guru, sistem asrama atau sekolah-terintegrasi, evaluasi keberhasilan siswa dan keluarganya.
- Monitoring dan evaluasi rutin untuk memastikan program berjalan sesuai target, efek sosialnya positif, dan tidak menimbulkan segregasi atau stigma.
- Integrasi dengan program kesejahteraan lainnya: renovasi rumah, dukungan keluarga, layanan sosial—sehingga pendidikan menjadi bagian dari ekosistem perubahan sosial-ekonomi.
- Perlu adaptasi terhadap kritik dan tantangan: memperkuat kapasitas Kemensos, memastikan koordinasi antar kementerian dan pemerintah daerah, dan menjamin kesinambungan program jika ada pergantian kepemimpinan.
Kesimpulan
Program Sekolah Rakyat yang diinstruksikan oleh Presiden Prabowo dalam rapat paripurna satu tahun pemerintahannya menandai titik penting dalam agenda pendidikan nasional. Dengan fokus kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu, fasilitas yang layak, dan bantuan sosial yang terhubung, program ini membawa harapan baru bahwa pendidikan tidak hanya untuk yang mampu, tetapi benar-benar untuk semua.
Namun, jalan ke depan penuh tantangan: dari pengelolaan, adaptasi siswa, koordinasi lembaga, hingga risiko bahwa program ini justru menimbulkan jalur pendidikan yang terpisah. Keberhasilan bukan hanya pada angka pembangunan sekolah, tetapi pada kualitas dan dampak sosial jangka panjang.
Jika pemerintahan dapat menegakkan integritas, kualitas, dan keberlanjutan dari program ini, maka Sekolah Rakyat bisa menjadi warisan penting untuk membuka jalan menuju masyarakat yang lebih adil dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya, jika hanya berhenti sebagai program simbolis, maka risiko mengecewakan anak-anak yang diharapkan menjadi penerus perubahan.