FAKTUAL.CO.ID – Bondowoso adalah sebuah daerah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki sejarah panjang, baik dari sisi pemerintahan maupun perkembangan sosial-budayanya. Terletak di wilayah pegunungan yang dikelilingi oleh hutan dan perkebunan, Bondowoso telah menjadi pusat aktivitas pertanian, perdagangan, dan budaya sejak masa kolonial Belanda.
Sejarah pemerintahan di Bondowoso dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka, saat wilayah ini masih berada di bawah pengaruh sistem pemerintahan kolonial. Kala itu, pemimpin wilayah disebut Ronggo atau Regent, yang bertugas mengatur tata kelola daerah atas nama pemerintah pusat kolonial. Setelah kemerdekaan, sebutan pemimpin berubah menjadi Bupati sesuai sistem pemerintahan Republik Indonesia.
Artikel ini menyajikan perjalanan panjang kepemimpinan di Bondowoso, mulai dari Ronggo Mas Ngabehi Kerto Negoro pada tahun 1819, hingga Bupati H. Abd. Hamid Wahid yang menjabat pada periode 2025–2030. Di dalamnya, kita akan membahas latar belakang, tantangan, dan pencapaian setiap pemimpin sesuai zamannya.
Era Ronggo (1819–1850) – Awal Pemerintahan Lokal di Bondowoso
Pada awal abad ke-19, Bondowoso masih berupa wilayah administratif kecil yang dikelola oleh pemimpin lokal bernama Ronggo. Jabatan ini biasanya dipegang oleh bangsawan atau keturunan keluarga terpandang yang mendapat kepercayaan dari pemerintah kolonial.
- Ronggo Mas Ngabehi Kerto Negoro (Raden Bagus Asra) – 1819–1830
Raden Bagus Asra adalah pemimpin pertama yang memegang kendali pemerintahan di Bondowoso. Masa pemerintahannya bertepatan dengan masa konsolidasi kekuasaan Belanda di Jawa Timur. Fokus utama beliau adalah menjaga stabilitas keamanan dan memfasilitasi pengumpulan pajak dari hasil pertanian, khususnya kopi dan tebu. - Ronggo II Mas Ngabehi Kertokoesoemo (Djoko Sridin, Putra Raden Bagus Asra) – 1830–1850
Djoko Sridin melanjutkan estafet kepemimpinan dari ayahnya. Periode ini bersamaan dengan penerapan Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa oleh pemerintah kolonial Belanda, yang berdampak besar pada kehidupan masyarakat Bondowoso. Ia bertugas mengawasi produksi tanaman ekspor yang ditujukan untuk pasar Eropa.
Era Regent van Bondowoso (1850–1908) – Pemerintahan Kolonial yang Terstruktur
Memasuki tahun 1850, jabatan pimpinan wilayah Bondowoso secara resmi dikenal dengan istilah Regent van Bondowoso, sebutan bagi bupati pada masa kolonial Belanda.
- Raden Tumenggung Adipati Abdoerahman Wirodipuro – 1850–1866 dan 1866–1879
Menjabat dalam dua periode panjang, Wirodipuro berperan penting dalam memperluas jaringan jalan dan irigasi untuk mendukung pertanian. Pemerintah kolonial menempatkan Bondowoso sebagai salah satu lumbung pangan dan penghasil kopi unggulan di Jawa Timur. - Raden Tumenggung Wondokoesoemo – 1879–1891
Pada masa ini, perkembangan perkebunan semakin pesat. Belanda mendatangkan tenaga kerja dari berbagai daerah untuk bekerja di perkebunan kopi, karet, dan tebu di Bondowoso. - Kanjeng Raden Tumenggung Ario Adipati Kertosoebroto (Ismail) – 1891–1908
Periode ini menjadi masa transisi ke abad ke-20, di mana sistem administrasi pemerintahan daerah semakin modern. Gedung-gedung pemerintahan mulai dibangun, dan hubungan perdagangan dengan daerah sekitarnya semakin intensif.
Era Regent Awal Abad 20 (1908–1945) – Menuju Masa Kemerdekaan
Awal abad ke-20 menjadi periode penuh dinamika. Gerakan nasionalisme mulai tumbuh, dan masyarakat lokal mulai berinteraksi dengan gagasan kemerdekaan.
- RT. Sentot Sastroprawiro – 1908–1925
Memimpin di era kebangkitan nasional, Sentot mengelola daerah dengan ketat, sekaligus menghadapi tantangan meningkatnya kesadaran politik masyarakat. - RTA. Tirtohadi Sewojo – 1925–1928
Masa jabatan singkatnya diwarnai dengan mulai masuknya pengaruh pendidikan modern di Bondowoso. - RT. Prodjodiningrat – 1928–1934
Memimpin pada masa krisis ekonomi dunia (Great Depression), Prodjodiningrat menghadapi penurunan harga komoditas pertanian yang mempengaruhi perekonomian lokal. - RT. Herman Hidajat – 1934–1938
Masa ini ditandai dengan penguatan infrastruktur dasar, meskipun tekanan ekonomi masih terasa. - RT. Sjafioedin Admosoedirdjo – 1938–1945
Menjelang kemerdekaan, Bondowoso berada dalam situasi sulit akibat pendudukan Jepang. Banyak kebijakan yang berubah drastis, termasuk sistem pertanian yang diarahkan untuk kebutuhan perang Jepang.
Era Pasca Kemerdekaan (1945–1965) – Transisi ke Pemerintahan Republik
Setelah proklamasi kemerdekaan, jabatan bupati di Bondowoso mulai dipegang oleh tokoh-tokoh lokal yang ditunjuk oleh pemerintah pusat atau hasil kesepakatan daerah.
- R. Soetandoko – 1945–1946
Bupati pertama pasca kemerdekaan yang bertugas mengatur transisi pemerintahan dari pendudukan Jepang ke Republik Indonesia. - RT. Saleh Soerjoningprodjo – 1946–1949
Menghadapi masa-masa revolusi fisik, di mana keamanan menjadi fokus utama. - RT. Badroes Sapari – 1949–1950
Masa singkat ini diwarnai dengan konsolidasi administrasi daerah. - RT. Koesno Koesoemowidjojo – 1950–1951
Memimpin di awal masa demokrasi parlementer. - RT. Iskandar Z. Soedarmo Soemodiprodjo – 1951–1956
Menata sistem pemerintahan lokal pasca pengakuan kedaulatan. - R. Soejarwo – 1957
Masa jabatan singkat, fokus pada stabilitas pemerintahan. - R. Soetowo – 1957–1958
Memimpin dalam periode transisi. - Djoemadi Moespan – 1958–1959
Melanjutkan pembangunan infrastruktur dasar. - R. Soetowo – 1960–1964
Kembali menjabat untuk periode yang lebih lama. - R. Soemarto Partomihardjo – 1964–1965
Masa kepemimpinan singkat sebelum memasuki era Orde Baru.
Era Orde Baru (1965–1998) – Pemerintahan Stabilitas dan Pembangunan
Era Orde Baru identik dengan stabilitas politik di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Banyak kepala daerah, termasuk Bupati Bondowoso, berasal dari kalangan militer. Tujuannya adalah menjaga keamanan dan memastikan pembangunan berjalan sesuai program pusat.
- Mayor R. Arifin Djauharman – 1965–1973
Mayor R. Arifin menjabat di masa awal Orde Baru, fokus pada pemulihan keamanan pasca peristiwa G30S 1965. Di Bondowoso, ia memperkuat jaringan keamanan dan memulai program pembangunan pertanian untuk mendukung swasembada pangan nasional. Infrastruktur jalan dan irigasi mulai diperluas. - Kolonel R. Soerono – 1973–1978
Di bawah kepemimpinan Kolonel Soerono, Bondowoso mengalami peningkatan di sektor pendidikan. Sekolah dasar hingga sekolah menengah mulai dibangun di berbagai kecamatan, serta fasilitas kesehatan seperti puskesmas mulai diperbanyak. - Kolonel Mochammad Suwardhi – 1978–1983
Masa ini ditandai dengan penguatan ekonomi berbasis pertanian. Kopi, tembakau, dan tebu menjadi komoditas unggulan. Selain itu, pemerintah mulai mendorong perkebunan rakyat untuk mengurangi ketergantungan pada perkebunan besar milik swasta atau negara. - Kolonel H. Mochammad Rivai – 1983–1988
Rivai memprioritaskan pemerataan pembangunan antarwilayah. Ia juga memperbaiki akses transportasi antar kecamatan, yang membuka peluang perdagangan lokal lebih luas. - Kolonel H. Agus Sarosa – 1988–1993 dan 1993–1998
Menjabat dua periode berturut-turut, Agus Sarosa berperan dalam modernisasi infrastruktur Bondowoso. Jalan raya utama dihubungkan dengan daerah sekitar seperti Situbondo, Jember, dan Banyuwangi. Bondowoso juga mulai dikenal sebagai salah satu sentra kopi robusta di Jawa Timur.
Era Reformasi (1998–Sekarang) – Pemilihan Kepala Daerah dan Dinamika Politik Lokal
Reformasi 1998 membawa perubahan besar dalam sistem pemerintahan daerah. Kepala daerah mulai dipilih secara demokratis, awalnya oleh DPRD, lalu secara langsung oleh rakyat.
- Dr. H. Mashoed, MSi – 1998–2003
Masa ini adalah periode transisi dari Orde Baru ke Reformasi. Bupati Mashoed menghadapi tantangan berupa perubahan sistem administrasi, desentralisasi, dan penyesuaian APBD. Ia juga memulai program pengentasan kemiskinan berbasis potensi desa. - Bupati Dr. H. Mashoed, MSi – Wakil Bupati Drs. KH. Salwa Arifin (2003–2008)
Pada periode kedua, Mashoed menggandeng KH. Salwa Arifin sebagai wakil. Fokus mereka adalah membangun sarana pendidikan dan kesehatan di desa-desa terpencil. Infrastruktur jalan desa diperbaiki secara bertahap. - Bupati Drs. H. Amin Said Husni – Wakil Bupati H. A. Haris Son Haji, ST, MM (2008–2013)
Amin Said Husni memimpin dengan visi mengembangkan sektor agrowisata dan UMKM. Salah satu program terkenalnya adalah promosi kopi Bondowoso hingga tingkat nasional. - Bupati Drs. H. Amin Said Husni – Wakil Bupati Drs. KH. Salwa Arifin (2013–2018)
Pada periode ini, fokus pembangunan diarahkan pada infrastruktur penunjang pariwisata seperti Kawah Ijen. Bondowoso mulai dikenal sebagai “Bondowoso Republik Kopi” (BRK), yang mengangkat citra daerah. - Bupati Drs. KH. Salwa Arifin – Wakil Bupati H. Irwan Bachtiar Rachmat SE, M.Si (2018–2023)
KH. Salwa Arifin meneruskan promosi pariwisata, termasuk destinasi baru seperti Bukit Apet dan Puncak Megasari. Program pembangunan pedesaan berbasis pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas.
Kepemimpinan Kontemporer (2025–2030) – Visi Masa Depan
- Bupati H. Abd. Hamid Wahid, M.Ag – Wakil Bupati As’ad Yahya Syafi’i, S.E (2025–2030)
Periode ini masih berlangsung. Abd. Hamid Wahid membawa visi pembangunan berbasis digital dan ramah lingkungan. Fokusnya pada peningkatan kualitas pendidikan, penguatan ekonomi kreatif, dan optimalisasi potensi wisata alam Bondowoso.
Profil Singkat dan Catatan Penting Tiap Pemimpin
Untuk memudahkan, berikut rangkuman kontribusi penting setiap pemimpin:No Nama Pemimpin Tahun Menjabat Catatan Penting 1 Ronggo Mas Ngabehi Kerto Negoro 1819–1830 Pemimpin pertama Bondowoso, fokus keamanan dan pertanian 2 Ronggo II Mas Ngabehi Kertokoesoemo 1830–1850 Mengawasi Tanam Paksa 3-4 R.T.A. Abdoerahman Wirodipuro 1850–1879 Memperluas irigasi 5 R.T. Wondokoesoemo 1879–1891 Perkembangan perkebunan 6 K.R.T. Ario Adipati Kertosoebroto 1891–1908 Modernisasi administrasi 7 R.T. Sentot Sastroprawiro 1908–1925 Era kebangkitan nasional 8 RTA. Tirtohadi Sewojo 1925–1928 Pendidikan mulai berkembang 9 R.T. Prodjodiningrat 1928–1934 Krisis ekonomi global 10 R.T. Herman Hidajat 1934–1938 Peningkatan infrastruktur 11 R.T. Sjafioedin Admosoedirdjo 1938–1945 Masa pendudukan Jepang 12 R. Soetandoko 1945–1946 Transisi kemerdekaan 13 R.T. Saleh Soerjoningprodjo 1946–1949 Revolusi fisik 14 R.T. Badroes Sapari 1949–1950 Konsolidasi pemerintahan 15 R.T. Koesno Koesoemowidjojo 1950–1951 Awal demokrasi parlementer 16 R.T. Iskandar Z. Soedarmo Soemodiprodjo 1951–1956 Penataan administrasi 17 R. Soejarwo 1957 Stabilitas pemerintahan 18 R. Soetowo 1957–1958 Transisi politik 19 Djoemadi Moespan 1958–1959 Pembangunan infrastruktur 20 R. Soetowo 1960–1964 Kembali menjabat 21 R. Soemarto Partomihardjo 1964–1965 Pra-Orde Baru 22 Mayor R. Arifin Djauharman 1965–1973 Pemulihan pasca 1965 23 Kolonel R. Soerono 1973–1978 Pendidikan dan kesehatan 24 Kolonel Mochammad Suwardhi 1978–1983 Ekonomi pertanian 25 Kolonel H. Mochammad Rivai 1983–1988 Pemerataan pembangunan 26-27 Kolonel H. Agus Sarosa 1988–1998 Modernisasi infrastruktur 28 Dr. H. Mashoed, MSi 1998–2008 Transisi Reformasi 29 Drs. H. Amin Said Husni 2008–2018 Agrowisata dan kopi Bondowoso 30 Drs. KH. Salwa Arifin 2018–2023 Pariwisata dan pemberdayaan desa 31 H. Abd. Hamid Wahid, M.Ag 2025–2030 Digitalisasi dan ekonomi kreatif
Kesimpulan
Perjalanan kepemimpinan Kabupaten Bondowoso mencerminkan dinamika politik dan sosial Indonesia secara keseluruhan. Dari sistem Ronggo di era kolonial, Regent pada masa Hindia Belanda, hingga Bupati di masa kemerdekaan dan demokrasi langsung, setiap periode membawa tantangan dan pencapaiannya sendiri.
Pemimpin Bondowoso dari masa ke masa telah meninggalkan jejak yang membentuk identitas daerah ini mulai dari pembangunan infrastruktur, pengembangan pertanian, promosi pariwisata, hingga penguatan ekonomi kreatif. Dengan kepemimpinan yang adaptif, Bondowoso berpeluang terus berkembang menjadi kabupaten yang maju, berdaya saing, dan tetap menjaga kekayaan budaya serta alamnya.







